14.1.18

Ketika Hijrah ke Jogja Lagi...

Seri selanjutnya dari Cara Allah Menunjukkan JalanNya

Takdir memang nggak ada yang menyangka. Rasanya baru kemarin pindah ke Palembang, memulai kembali rumah tangga yang utuh, tidak lagi LDR. Demi itu semua, anak lelaki satu-satunya terpaksa 'putus sekolah'. Karena umurnya masih TK dan aku belum punya referensi sekolah, maka aku dan suami putuskan untuk unschool sementara waktu. Niatnya, tahun ajaran baru akan dimasukkan sekolah lagi.

Awalnya berniat memasukkan Ais ke TK lagi, karena memang dari usia belum ada 6 tahun. Akan tetapi, justru aku mendapatkan referensi SD yang bagus dari orang yang rumahnya kami beli (dan kami seperti saudara sampai hari ini). Akhirnya aku malah jadi kepikiran untuk langsung memasukkan Ais ke SD saja. Apalagi memang syarat umur Ais masih masuk syarat umur minimal di SD tersebut.

Baca: Memilih Sekolah

Singkat cerita, dari hasil tes dan observasi Ais layak masuk SD. Alhamdulillah Ais tidak punya kendala berarti selama bersekolah SD. Mungkin karena memang kelasnya yang dirancang hanya maksimal 18 siswa dengan 2 guru, jadi perkembangan anak benar-benar terpantau. Intinya sih, di Palembang ini keluarga kecil EDibaFREE sudah happily everafter, sampai suatu hari ada bukaan CPNS.

Seperti tahun sebelumnya, aku masih excited setiap kali ada bukaan CPNS. Apalagi sekarang daftar CPNS kan online, jadi daftar CPNS sekarang mah semudah ngisi google form buat survey atau daftar buzzer. Xixixi. Karena memang sejujurnya sudah nggak terlalu berharap CPNS (umur sudah lewat penggaris), jadi sekalian aja aku pilih formasi idaman, yaitu formasi peneliti LIPI di Jogja.

Awalnya sudah hampir nggak lulus seleksi administrasi karena salah upload akreditasi jurusan. Sudah pasrah saja, ternyata tetap dipanggil seleksi administrasi dan tes TKD (tes kemampuan dasar). Tesnya di Jakarta. Galau deh. Perut udah mulai buncit gini, plus kalau naik pesawat butuh berapa duit tuh? Huhuhu. Tapi keluarga semua menyemangati, termasuk suami, pokoknya ikhtiar gak boleh kendor.

Baca: Bumil Ngebolang

"Kalau nanti keterima, berarti nanti LDR lagi dong? Terus nanti lahiran sama  sekolah Ais gimana?" Tanya seorang teman. Well, jawaban dan rencana untuk itu belum aku pikirkan. Kayaknya sih udah nggak mungkin juga keterima. Tapi, kenyataan berkata lain. Dengan tangan Allah aku bisa lulus CPNS LIPI 2017 ini! Kalau katanya sih, rejeki utun, emang si utun ini strong banget deh nggak pernah ngerepotin selama ibunya kelayapan Palembang-Jakarta. Akhirnya, pertanyaan temanku tadi harus kucari tahu jawaban dan solusinya dong ya.

LDR? Mau nggak mau harus menjalani lagi. Jangan ditanya galaunya gimana. Aku jujur nggak nyaman LDR, soalnya pada dasarnya kami bukan pasangan yang intens berkomunikasi. Terus kalau nggak tatap muka langsung suka kadang ada aja salah pahamnya. Kan kzl. Yah, kami sih bertekad nggak LDR lama-lama lah. Pokoknya gimana caranya usaha suami bisa berkembang sampai ke Jogja lah (masih peer besar, soalnya yang di Palembang juga masih merintis)

Lahiran? Untungnya sih BPJS bisa dipakai secara nasional, walau untuk kontrol-kontrol nggak bisa pakai BPJS, karena faskes 1 ku baru bisa dipindah Maret nanti (salah sendiri kemarin ganti faskes, haha!). In sya Allah hamilku nggak bermasalah jadi aku bisa lahiran di puskesmas. Kepepetnya ada biaya-biaya tambahan nggak akan terlalu memberatkan.

Sekolah Ais? Rupanya ini nih yang jadi masalah belum terselesaikan sampai saat ini. Bisa dibilang aku agak menyesali keputusan memasukkan Ais SD. Tapi ya siapa yang mengira kalau dalam waktu setahun di Palembang aku dan Ais bakal balik ke Jogja lagi? Kupikir memasukkan Ais ke SDN tidak akan ada masalah, toh Ais gampang beradaptasi. Nyatanya Ais justru keteteran karena kemampuan baca dan tulisnya belum sebaik teman sekelasnya. Belum lagi culture shock (buat ibunya), dari yang biasa bisa kompak sama wali kelasnya, sekarang mengalami kendala komunikasi karena dapat wali kelas yang rada cuek sama muridnya (ya wajar sih, dia handle banyak murid dan sebelumnya wali kelas 3, dimana murid-murid sebelumnya sudah mandiri). Saat ini aku jadi galau dan berkeinginan untuk mengulang kelas 1-nya lagi tahun depan, tentu saja pindah sekolah juga karena aku mengkhawatirkan psikologis Ais. Pengennya sih balik ke SDI seperti di Palembang dulu, tapi belum ada yang sreg dari segi lokasi, kurikulum, dan harga. Yang lokasinya masih terjangkau, pelajaran agamanya cukup, dan harga cukup terjangkau adalah SD Muhammadiyah. Memang dari pelajaran agama tidak sekaya pelajaran agama di SDI, tetapi dengan pertimbangan utama masalah jarak tempuh ke sekolah, aku prefer pilih sekolah ini buat Ais tahun depan.

Nah, yang sekarang jadi peer, Ais minta sekolah yang sepatunya dilepas (di SDI dulu, sepatu ditaruh di luar kelas), nah kalau di Muhammadiyah ini kelasnya sudah pakai keramik sih, tapi kayaknya nggak lepas sepatu juga sih. Ah entahlah, lets see, masih mikirin mau lahiran dulu aja lah.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung di lapak sederhana EDibaFREE. Komentar Anda akan sangat berarti buat kami...