5.4.21

Narasi: Proses Pencernaan Pembelajaran ala Charlotte Mason

Materi Kedua Kelas Akademis Charlotte Mason bersama Mbak Ayu Primadini

Materi: Workshop Narasi

Narasi ulang oleh: Ardiba R Sefrienda

Anak kecil senang bercerita: menarasikan pikirannya.


Ketika di pembahasan soal pembelajar mandiri, aku bertanya-tanya, memberikan ide-ide hidup itu kongkritnya seperti apa sih? Nah, pembahasan tentang narasi akan menjadi jawabannya. Karena pada materi tentang narasi ini, peserta akan diajarkan teknis kegiatan narasi ala CM itu seperti apa.

Pendidikan adalah perkara rohani, bukan hanya soal dekorasi eksternal/rangkaian kegiatan jasmani semata. Sebaik-baik pembelajaran adalah pembelajaran mandiri. No education but self education. Dengan pendidikan mandiri anak dapat sadar akan kemajuan belajarnya. Proses belajar dilakukan bersama antara fasilitator/orang tua dan anak.

Pendidikan CM menekankan pada living material, dimana sumber ide hidup berasal dari sana. Sebagian besar living material berupa buku, walau tidak menutup kemungkinan living material berupa video atau kejadian sehari-hari. Namun, untuk sesi akademis CM memang lebih tepat menggunakan living book. Nah kegiatan narasi bila diibaratkan dengan makanan adalah proses pencernaan, proses narasi adalah proses anak mencerna ide dalam literatur tersebut untuk nantinya terserap menjadi bagian dari dalam diri anak, seperti halnya nutrisi makanan yang terserap tubuh. Dalam melakukan narasi, perlu diperhatikan beberapa hal agar narasi berlangsung dengan baik:

1. Pilihlah buku yang bermutu

Dalam workshop narasi ini, Mbak Ayu membacakan cerita tentang Florence Nightingale dalam 2 versi. Versi pertama lebih menekankan pada fakta-fakta, sedangkan versi kedua bahasanya lebih deskriptif. Bacaan versi pertama, pendengar perlu menghafal untuk dapat menarasikan ulang bacaan. Sedangkan bacaan kedua, pendengar bisa lebih mudah menarasikan karena pendengar seolah dibawa serta ke kehidupan Florence. Nah buku kedua inilah yang disebut dengan living books alias buku berkualitas menurut CM. Bacaan lebih menekankan pada nilai-nilai kehidupan ketimbang fakta yang bisa dicari lewat mesin pencari. Pembelajaran nilai kehidupan ini akan semakin merasuk ke sanubari anak manakala dia menarasikan ulang 

2. Bacakan hanya sekali

Pendidikan adalah proses membangun kebiasaan, salah satunya dengan narasi. Prinsip saklek yang tidak bisa ditawar adalah bacakan hanya sekali. Hal ini berguna dalam mengajarkan anak untuk fokus. Habit of attention.


Narasi juga menjadi bagian dari habit of good communication. Lewat narasi, anak akan belajar mengutarakan pemikirannya. Tidak mudah lho menceritakan ulang apa yang sudah kita dengar apabila kita tidak terbiasa untuk fokus dan bernarasi.

Selain itu, bernarasi juga mengembangkan habit of thinking karena untuk me-recall hal apa yang harus diceritakan kembali tentu otak anak harus berpikir. 

3. Jangan menginterupsi

Hargai anak sebagai pribadi utuh yang memiliki keunikan dalam berpikir. Jangan meninterupsi narasinya karena konsep pendidikan mandiri adalah mengeluarkan yang ada di dalam diri anak. Interupsi akan memberikan intervensi eksternal yang akan mengurangi esensi pembelajaran mandiri. Oleh karena itu, pemilihan buku atau referensi yang tepat adalah mutlak. Jangan menggunakan buku yang hanya menyajikan sekumpulan fakta karena ini akan menyulitkan narasi, dimana anak akan yerlalu sibuk menghafal ketimbang menikmati bukunya. 

Pendidikan adalah atmosfer. Sebagai fasilitator kita harus menikmati momen kita mendampingi anak pada sesi akademis CM ini. Nikmati saat kita membacakan cerita. Berikan artikulasi yang tepat sehingga anak lebih mudah mencerna apa yang kita bacakan. Mendidik anak adalah perjalanan maraton, jadi pastikan kita menikmatinya kan..

4. Percaya!

Membuat materi pembelajaran yang menarik sejatinya lebih mudah ketimbang mempercayai bahwa anak memiliki kemampuan mencerna pengetahuan yang kita sajikan dan percaya mereka melakukan yang terbaik. Semakin banyak kita mengajar, justru semakin sedikit anak bisa belajar. Sebaliknya, semakin sedikit intervensi kita dalam proses pembelajaran anak, maka anak akan belajar dengan maksimal. Hal ini tentu tidak sesuai dengan norma umum di masyarakat tentang pembelajaran. Yang nggak paham bakal bilang "Enak banget gurunya kalau cuma gitu doang." Padahal yang 'cuma gitu doang' ini efeknya justru luar biasa bila dilakukan secara konsisten. Kembali pada konsep pembelajaran mandiri dimana semua berdasarkan dari dalam diri anak. Jadi percaya saja pada kemampuan anak mencerna ide hidup yang kita sajikan. Pastikan saja sajian untuk pendidikan (rohani) anak cukup secara kualitas dan kuantitas.-->memastikan cukup ini juga gak mudah dan nggak ada aturan baku bagi anak bersaudara sekalipun.

5. Children are born person

Kita memang harus percaya pada kemampuan anak, tetapi jangan pula memiliki ekspektasi berlebihan terhadap anak. Evaluasi bila ternyata anak tidak sesuai yang diharapkan.

Pendidikan adalah seni membangun relasi. Karena setiap ilmu saling berkaitan, tidak berdiri sendiri. Dengan pendidikan maka anak akan memiliki kemampuan untuk mengaitkan ilmu satu sama lain. Ini bukan tentang banyaknya yang dipelajari anak, tetapi bagaimana anak mempelajarinya.


-MEMULAI NARASI-


1. Start small

Sesuaikan dengan kemampuan konsentrasi anak. Sedikit demi sedikit


2. Tunjukkan caranya

Untuk anak yang belum terbiasa narasi dapat kita berikan dulu contoh narasi itu seperti apa. (Orang tuanya kudu belajar dan paham teknik narasi terlebih dahulu)


3. Oops/ teknik pura-pura salah

Untuk mamantik anak mengeluarkan pendapatnya bisa dengan berpura-pura salah dalam membuat narasi dan anak tergelitik untuk mengkoreksinya.


4. Variasi aktivitas

Variasi aktivitas biasanya dilakukan hanya pada awal narasi, karena saat itu anak mungkin belum tertarik dengan narasi. Variasi aktivitas bisa dilakukan untuk memantik minatnya bernarasi, seperti narasi menggunakan media lego, mobil-mobilan, dll. Nanti, setelah anak terbiasa narasi dan tidak kesulitan bernarasi, maka orang tua tidak perlu memvariasikan aktivitas lagi.


5. Tahapan narasi tertulis

Setelah anak menguasai narasi lisan, umumnya membutuhkan waktu sekitar 3-4 tahun, maka kemudian narasi bisa ditambah dengan narasi tertulis.

Teknisnya bisa dibacakan lalu anak membuat narasi tertulis atau anak membaca sendiri dan membuat narasi tertulis. Semua tergantung kondisi.

Saat memulai narasi tertulis, mungkin anak tidak terlalu banyak menulis karena adanya perbedaan koordinasi antara lisan dan tertulis. Menulis lebih sulit karena butuh kombinasi koordinasi otak untuk memikirkan apa yang akan ditulis dan motorik halus untuk menuangkan pemikirannya dalam bentuk tulisan.

Saat anak memulai narasi tertulis, jangan dikoreksi, termasuk kesalahan tanda baca. Biarkan anak membaca ulang narasi tertulisnya dan menyadari kesalahannya, seperti misal kurang tanda titik, kan bisa menges tuh bacanya.


6. Mengasah kemampuan menulis

Seiring waktu, narasi tertulis bisa menjadi sarana mengasah kemampuan menulis. Kaidahnya antara lain:

-Satu aturan tata bahasa dalam satu waktu. Sesuai prinsip gentle art of learning, sedikit demi sedikit tapi konsisten.

-Minta anak mengkoreksi sendiri. Sesuai prinsip pembelajaran mandiri, biasakan anak untuk mengevaluasi pekerjaannya secara mandiri.

-Dukung anak menulis lebih banyak. Kadang anak perlu lebih disemangati agar mau berusaha lebih.

-Tulisan kreatif. Misal anak bisa mengkreasikan narasinya dalam bentuk cerpen (atau mungkin ulasan di blog? Hehe). Tapi menulis kreatif ini adalah tahapan lanjut, artinya jangan tergesa-gesa meminta anak mencoba menulis kreatif apabila kemampuan dasar menulisnya belum dikuasai.

Jadi metode narasi pada pendidikan CM mungkin terasa 'gitu doang' buat sebagian orang. Tetapi hal yang kayaknya gitu doang itu justru mengasah kemampuan anak untuk fokus, berpikir, dan berkomunikasi. Itu adalah skill inti yang harus dikuasai apa pun pekerjaan anak ketika dewasa nanti.

Dari pembahasan soal narasi, terlihat bahwa metode CM sangat mengasah kecerdasan linguistik anak. Namun hal ini bukan berarti CM mengesampingkan kecerdasan lain. Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia adalah mahluk sosial, dalam bersosialisasi tentu butuh komunikasi. Jadi, memang aspek linguistik ini memegang peranan kunci dalam kehidupan anak. Mau apa pun pilihan hidupnya nanti, kemampuan berkomunikasi tetap yang paling utama dikuasai kan?

Mari bersenang-senang dengan narasi ^_^

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung di lapak sederhana EDibaFREE. Komentar Anda akan sangat berarti buat kami...