10.4.21

Akal budi dan Kurikulum yang Kaya

 Narasi pertemuan kedua Kelas Akademis Charlotte Mason.


Dalam filosofi pendidikan Charlotte Mason, akal budi terbagi menjadi 2, yaitu akal budi anak bayi dan akal budi anak sekolah. Karena fokusnya adalah membedah sisi akademis dari CM, maka materi hari ini membahas soal akal budi anak sekolah.

Seringkali orang tua ataupun pengajar bekerja keras menciptakan permainan dalam sarana pembelajarannya. Padahal permainan bukan jalan menuju akal budi. Akal budi bertemu akal budi lewat pemikiran. Permainan memang perlu, tapi itu tidak wajib. Apabila diibaratkan seperti makan, bukankah makanan yang kita makan tidak mesti selalu enak? Tapi kita tetap memakannya karena kita butuh makan. Begitu juga belajar, tidak semua pembelajaran menarik dan bisa dipindah dalam bentuk permainan yang menyenangkan. Akan tetapi anak yang meresapi bahwa belajar adalah kebutuhannya tentu akan tetap belajar sekalipun materinya disampaikan tanpa permainan. 


Makin sedikit guru/pendidik mengajar, makin banyak anak belajar

Paradigma ini mungkin sulit diterima oleh kelaziman pendidikan saat ini. Kalau gurunya sedikit mengajar, buat apa ada guru? Ya, memang guru hanya sedikit mengajar, tetapi yang akan guru lakukan lebih dari sekedar mengajar, tugas besar guru adalah memantikkan ide ke masing-masing siswa sehingga pemikiran siswa bekerja. Tidak perlu banyak ceramah, sampaikan secara konkrit manfaat dari pembelajaran yang akan disampaikan, dong anak untuk mendapatkan ide yang merangsang berpikirnya. Setelah pemikiran ini bekerja akan timbul rasa ingin tahu dan keinginan belajar. Karena keinginan belajar yang datang dari dalam, tentu saja pembelajaran akan lebih melekat di benak siswa. Pada saat seperti itu, gelontoran fakta yang akan disampaikan guru akan meresap ke benak siswa. Mereka tidak sekedar hafal materi pelajaran tetapi telah benar-benar memahami.

Pendidikan ibarat iman. Tidak nampak namun kita harus meyakininya. Sebagai guru, kita harus beriman (yakin) bahwa anak akan mengolah ide. Percaya bahwa anak memiliki rasa ingin tahu dan butuh belajar sehingga tanpa banyak ceramah dan peringatan anak sudah tergerak untuk 'memberi makan' jiwanya.


Kurikulum yang Kaya

Kurikulum sekolah saat ini berfokus pada persiapan ujian untuk ke jenjang berikutnya. Semua bergantung pada penilaian dan kompetisi meraih nilai yang terbaik. Tujuan belajar adalah mendapatkan nilai yang baik sehingga kebebasan belajar berkurang.

Padahal hukum alam memiliki kurikulum yang lengkap. Yang penting kita memenuhi 3 hal ini dalam menyusun silabus pendidikan anak:

a. Anak butuh banyak pengetahuan karena akal budi butuh cukup 'makanan'

b. Pengetahuan harus beragam, seperti halnya lidah yang butuh variasi rasa makanan

c. Pengetahuan harus dikomunikasikan dengan bahasa yang betul, harus runtut dan cerdas sehingga membangkitkan rasa ingin tahu anak.

Mata pelajaran yang banyak bukan beban, justru untuk refreshing agar tidak jenuh dengan satu pelajaran. Supaya pelajaran tidak menjadi beban adalah dengan mengurangi jam pelajarannya. 


Bagaimana mengevaluasi belajar anak?

Yaitu lewat narasi. Dengan narasi kita bisa mengevaluasi seberapa pemahaman anak soal pengetahuan tersebut. Bagaimana kemampuan anak mengaitkan satu ilmu dengan ilmu lainnya, karena sejatinya semua ilmu pengetahuan itu berkaitan.

Dalam belajar, fokus itu sangat diperlukan. Oleh karena itu, prinsip sekali baca harus dilakukan. Untuk melatih fokus anak. Pembelajaran di CM semua lewat cerita. Jadi sesi akademis dengan sekali baca dan narasi adalah wajib dilakukan di CM. 

Kurikulum yang kaya akan merangsang anak berpikir. Anak perlu pengetahuan bersifat pemikiran sehingga dapat merangsang pikiran kreatifnya. Sejatinya anak mempunyai keinginan belajar namun belum bisa mengungkapkan kemauannya. Yang pertama dan utama adalah mengenalkannya pada Sang Pencipta, nanti setelahnya dia akan lebih baik berelasi dengan sesama manusia dan alam.

Tambahan:

Menurut yang dipahami CM'ers, tipe belajar itu mitos, yang penting habitnya, karena habit 10x lebih powerful dibanding  bakat alami.

Untuk anak di bawah 6 tahun, sering bacakan cerita tetapi tidak perlu minta anak narasikan.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung di lapak sederhana EDibaFREE. Komentar Anda akan sangat berarti buat kami...