1.9.16

(Cerpen) Bukan Itik Buruk Rupa


Aku adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Aku sendiri satu-satunya anak perempuan di keluargaku. Kakak dan adikku hanya berselisih dua tahun dariku. Kadang, aku merasa berbeda dibandingkan kedua saudaraku. Pertama aku pikir karena kami berbeda jenis kelamin sehingga kegemaran kami berbeda. Tetapi setelah aku mulai beranjak dewasa dan berkenalan dengan alat kecantikan, aku merasa ada hal lain yang membedakan aku dan kedua saudaraku.

Aku perhatikan, mereka tumbuh menjadi cowok yang tampan. Kulit mereka putih dan hidung mereka mancung. Sedangkan aku, kenapa kudapati wajah yang pas-pasan dengan kulit yang berwarna gelap? Aku kadang sedih dan berpikiran negatif. Jangan-jangan aku bukan anak kandung kedua orang tuaku?

Teman-teman selalu mengejekku begitu. Katanya aku tidak cocok punya kakak setampan kakakku. Ya iyalah, selain memang memiliki kulit putih, kakakku hobinya main gadget, jarang bermain di luar rumah, jadi kalau jalan bersama kakakku, aku lebih mirip anak pembantu, hiks. Aku sedih, aku bertekad pingin putih. Aku mulai browsing tentang cara pemutihan wajah harga murah, aku meminimalkan main di luar. Tetapi tetap saja kulitku eksotis. 

"Na, kenapa halaman depan tidak kamu sapu Nak?" Tanya ibu suatu siang. Aku mempunyai kebiasaan menyapu halaman saat libur sekolah. Tapi minggu ini aku tidak mengerjakannya. Aku takut dengan menyapu halaman akan membuat kulitku bertambah gelap.

" Na, kamu sehat kan?" Ibuku bertanya

"Iya Bu. Ratna sehat kok. Ratna nggak nyapu soalnya..." Aku tidak melanjutkan bicara, aku malu mengatakan alasan yang sebenarnya.

"Soalnya kenapa Na?" Tanya ibuku.

"Tapi ibu jangan ketawain Ratna ya." Pintaku.

"Iya." Jawab ibuku.

" Ratna takut tambah hitam Bu. Ratna malu kalau jalan sama kakak jadi kayak anak pembantu."Jawabku tanpa berani menatap ibu.

" Ya ampun Ratna. Jadi itu alasannya? Memang kamu sekarang sudah beranjak remaja jadi mulai memperhatikan penampilan. Tapi kamu tahu tidak Nak?" Tanya ibuku.

" Apa Bu?" Aku balik bertanya.

" Penampilan itu hanya hal kecil yang akan dilihat orang dari dirimu. Ibu sendiri merasa Ratna lebih cantik kalau membantu ibu, daripada Ratna punya kulit putih dan mulus tetapi tidak mau membantu ibu." Sekilas kutatap ibu. Ibu memiliki kulit sawo matang sepertiku.

" Ibu dulu juga waktu seumurmu sering diejek karena memiliki kulit gelap. Kamu tahu kan Om Iwan? Kulitnya putih, padahal dulu hobinya cari ikan kecil di sawah dan bermain layangan. Ibu dulu iri sama kulitnya Om Iwan. Tapi ternyata, walau kulit ibu gelap, tetapi ayah dulu ngejar-ngejar ibu loh. Soalnya ibu mengandalkan inner beauty. Bukan penampilan semata."

Benar juga. Aku mewarisi segala tentang ibuku. Kenapa aku harus fokus sama kulit gelapku? Lebih baik aku menjadi diriku apa adanya dan tidak terlalu memikirkan warna kulitku.

"Oke Bu. Ratna nyapu dulu ya." Seruku sambil menyaut sapu lidi.

"Eh. Nggak usah Nak. Sudah panas. Nanti debunya kemana-mana. Bantu ibu kupas bawang saja yuk." Ujar ibuku.

"Siap Bu!" seruku sambil hormat kepada ibu.

13 komentar:

  1. Heuuu kalau aku 'lho..kamu anaknya si itu kan? Kok ga secantik ibumu'

    BalasHapus
  2. @Nb Innayah. Aku jg gak secantik ibuku. Huhu

    @Budy Travelling. Sebenernya cerpen ini masih belum nendang. Jadi makasih banget apresiasinya Mas
    @mb Ira: betul mbak! Hehe

    BalasHapus
  3. @Nb Innayah. Aku jg gak secantik ibuku. Huhu

    @Budy Travelling. Sebenernya cerpen ini masih belum nendang. Jadi makasih banget apresiasinya Mas
    @mb Ira: betul mbak! Hehe

    BalasHapus
  4. cerpennya keren :)
    salam kenal yaa mbaak , ditunggu kunjungan baliknya di https://faridaryany.com/

    BalasHapus
  5. bersyukur adalah kuncinya kak. tuhan memberikan kita perbedaan dan keunikan masing masing dan tentunya keunggulan masing masing juga😙😚😎

    BalasHapus
  6. Cerpennya bagus. Banyak pesan moral yang terkandung :)

    BalasHapus
  7. Betul Dandy dan Son Agia
    Siap Mbak Farida

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung di lapak sederhana EDibaFREE. Komentar Anda akan sangat berarti buat kami...