23.11.14

(Semacam) Kuliah Internasional: Mikotoksin dan Keamanan Pangan

Jumat dan Sabtu tanggal 14 dan 15 November lalu adalah hari yang kutunggu-tunggu. Kenapa? Karena hari itu untuk pertama kalinya aku mengikuti seminar internasional! Nggak lagi sebagai panitia seperti 7 tahun silam saat jadi mahasiswa, tapi kali ini bisa duduk manis jadi peserta, dan asyiknya, seminar ini gratis untuk mahasiswa pasca sarjana Teknologi Pertanian. Uhuy banget deh.

Oh ya, seminar ini hasil kerjasama Fakultas Teknologi Pertanian, International Union of Microbiological Societies, Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia, dan Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia. Acara ini mengambil judul:

IUMS Outreach Program on Food Safety and International Confrence on Mycotoxin



Namanya seminar internasional, standar acaranya juga internasional dong. Auditorium Kamarjani yang nggak terlalu luas didesain sedemikian rupa sehingga terlihat lapang dan menarik.
Pengisi acara dan tamu kehormatan duduk di meja bundar. Peserta ekonomi seperti kita sih ngumpul duduk di belakang. Hehe. Cuma beda tempat duduk doank, makanan dan fasilitas lain sama aja bo. Justru yang peserta kelas ekonomi ini yang maruk ngambil makanannya..haha!

Pada seminar seperti ini, ada pagelaran poster hasil penelitian dari mahasiswa ataupun lembaga. Pertama mikir juga, bakal dimana ya ditaruh poster-poster segitu banyak? Ada sepuluh lebih poster yang dipamerkan. Rupanya, di belakang ruangan dibuat semacam bilik bersekat. Kecil, tapi di dinding bilik semua poster bisa dipampang. Semua peserta boleh menjagokan salah satu poster dengan menempelkan stiker kecil pada poster.

Balik ke masalah seminar, sejujurnya kalau seminar ini nggak digratiskan sama Bu Trisye-dosen sekaligus ketua cemycos yang menyelenggarakan acara- pasti deh aku nggak ikut. Kenapa? Soalnya aku bakal mengalami dua roaming di acara ini, pertama roaming sama bahasanya, dan roaming sama bahasannya.

Kalau roaming sama bahasa, masih bisa lah tanya teman yang lebih gede skor toeflnya,wkwk..tapi kalau roaming bahasan, wah itu agak akut juga. Bayangkan saja, dari hampir 40 anak S2 di kelasku, yang berminat mikrobiologi cuma 2 orang, itupun belum fokus ke mikotoksin. Nah, dua-duanya nggak ikut acara lagi. Duh, kemanakah aku harus mencari pencerahan? *lebay. Tapi tetap ya, sebisa mungkin aku berusaha memahami semua presentasi dari dsaen-dosen hebat dunia ini.

Beberapa dosen pembahasannya masih 'sampai' ke pemahamanku, tapi lebih banyaknya yang roaming...*sedih. Tapi satu hal yang aku bangga dari acara ini, Bu Gayuh dan Bu Trisye dengan semangatnya mempromosikan TEMPE sebagai kearifan lokal Indonesia. Walaupun paten tempe tidak berada di Indonesia, tapi penelitian tempe di Indonesia semakin digiatkan. Robert A Samson selaku ketua IUMS(International Union of Microbiological Societies) mengatakan akan mensupport sepenuhnya penelitian tentang pangan fungsional asli Indonesia ini.

Seminar ini fokus membahas tentang mikotoksin. Apa itu? Mikotoksin adalah hasil metabolit sekunder dari bakteri dan jamur yang bersifat toksik. Mikotoksin yang paling banyak dikenal di Indonesia yaitu aflatoksin. Aflatoksin ini banyak mencemari kacang-kacangan di Indonesia, terutama kacang tanah. Kadar aflatoksin di kacang tanah yang biasa dibuat bumbu pecel, sate, atau somay kadang cukup tinggi, tapi perut orang Indonesia sudah kebal, jadi kita nggak sakit. Nah, kalau orang luar negeri, terutama yang dari negara dengan tingat sanitasi yang bagus, bisa mules-mules deh habis makan bumbu kacang. Perutnya belum kebal kayak kita sih, hehe..*psst, ini sih bukan bagian dari presentasi, tapi boleh lah ya diceritain, habis pahamnya sampe kesitu doang..hehe..
Tapi, metabolit jamur dan bakteri tidak selamanya toksik loh. Contoh saja pigmen merah pada angkak, makanan yang tersohor banget buat obat demam berdarah, itu kan hasil metabolit jamur Monascus purpureus. Kalau di Eropa, mereka menyebutnya '"Monascus Rice".

Walau demikian, keamanan pangan dari angkak masih dipertanyakan. Berbeda dengan tempe dan kecap, kedua olahan fermentasi asli Indonesia ini sudah dinyatakan aman dikonsumsi. Apa yang membuat tempe aman dikonsumsi? Bukankah dalam pembuatannya melibatkan jamur Rhizopus? Kalau jamur itu mengeluarkan metabolit berbahaya gimana? Eits, tenang saja. Selesai difermentasi, tempe akan mengalami pengukusan. Itu akan mematikan jamurnya. Sampai di rumah, tempe itu tidak kita makan mentah kan? Pengolahan tempe dengan digoreng, disantan, atau dikukus kembali semakin membuat tempe aman dikonsumsi.
Kalau kecap, kok bisa aman? Ya, kalau kecap aman karena tingkat kemanisannya tinggi. Mana tahan bakteri dan jamur hidup di makanan yang super manis? Bisa osmosis semua cairan di tubuh mereka.

Di akhir acara, Pak Roy Sparingga selaku ketua BPOM menyajikan data dan fakta keamanan pangan di Indonesia. Semenjak BPOM dipimpin beliau, maka konsen BPOM tidak melulu hanya ke kosmetik berbahaya yang meresahkan masyarakat, tetapi Pak Roy menyadari, bahwa kemanan pangan perlu diprioritaskan juga. Makanya ada program food safety masuk sekolah. Bagus banget nih program ini, di tengah keresahan para ibu akan jajanan anaknya di sekolah. Yah, semoga Pak Roy dan seluruh jajarannya diberi kemudahan untuk menyukseskan program ini. Aamiin.

Eh, ngelantur..Pak Roy ga bahas tentang food safety masuk sekolah ding, di seminar ini Pak Roy cerita tentang tantangan pemerintah kalau mau buat regulasi tentang mikotoksin. Intinya sih, regulasi tentang mikotoksin itu sangat diperlukan, namun untuk membuat regulasi yang cukup ketat mengenai hal ini sulit. Biayanya mahal, alat-alat pun belum mumpuni. Terus, kalau aturannya ketat, jangan-jangan industri pangan di Indonesia nggak bisa memenuhi. Mematikan industri kecil dong? Dilema memang.

Namun, untuk memantapkan Food Safety di Indonesia, sebentar lagi akan diresmikan INARAC (Integrate Risk Assessment of Mycotoxin), rencananya sih 26 November ini. Yah, semoga semua daya dan upaya ini mampu mewujudkan Indonesia yang sehat dengan pangan yang aman. Aamiin

Hmm, kapan-kapan lanjut lagi deh cerita tentang mikotoksin n food safety ini. Hasil seminar secara lengkap mungkin bisa dikepo di situs ini: cemycos.tp.ugm.ac.id

Pesan tersirat dari seminar ini, banggalah pada produk asli Indonesia, selalu teliti dan pahami keamanan pangan dari apa yang kita makan. Ingatlah, bahwa kesehatan dimulai dari makanan yang sehat.

Yogyakarta, satu minggu setelah acara seminar ini.

Baca keseruan lain seputar Food Technology. Plis klik: I'm proud to be food technologist!

2 komentar:

  1. Woo baru tahu klo sambel kacang bisa bikin diare, hebat donk org kita dah tahan ama sambel kacang. Tempe klo dimakan mentah bahaya ya mak? Padahal org Jawa kdng bikin sambel tempe mentah diuleg ama cabe. Bahaya ga tu Mak Diba?

    BalasHapus
  2. Tempe yang kita beli udah mateng mak..kan sblm dijual dikukus dl. Kalo ga dikukus bisa lebat banget hifa jamurnya, bahkan item2

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung di lapak sederhana EDibaFREE. Komentar Anda akan sangat berarti buat kami...