26.7.16

Manfaat Rational Use Medicine


Suatu hari grup WA ramai membicarakan tentang perihal menyusui. Yang namanya ibu-ibu, awalnya cuma membahas tentang menyusui, lama-lama obrolan berlanjut kemana-mana. Setelah masalah menyusui, kami mulai mengobrol mengenai asupan makanan bayi alias MPASI. Semua perihal MPASI dari macam-macam menu yang didapat dari grup di milis dan Facebook, sampai akhirnya obrolan makanan berlanjut ke masalah obat.

Urusan ibu-ibu ya memang seputar itu saja. Semua tentang anak. Jadi teringat saat Ais masih bayi dulu, ASI kurang, panik, Ais demam, panik, Ais mau 6 bulan juga panik menghadapi MPASI. Kadang diketawain aja sama ibuku, soalnya zaman ibuku dulu ya nggak rempong-rempong banget. Tapi memang sekarang zamannya drama sih ya. Kalau drama menyusui dan MPASI ku Alhamdulillah nggak seberapa. Yang paling heboh itu sebenarnya saat Ais sakit. Heboh karena aku dan suami berpandangan berbeda tentang obat, terutama tentang antibiotik.

Di mindset ayahnya, anak sakit harus minum obat, sedangkan di mindsetku, kalau bisa jangan minum obat. Jadi kalau Ais sedang sakit, bisa dipastikan rumah kami gonjang ganjing, masing-masing punya pendapat yang memang benar. Di satu sisi ayahnya pengen Ais cepat sembuh dan nggak tega lihat anaknya sakit, di sisi lain aku yakin kalau sakitnya Ais nggak parah dan akan segera sembuh dengan kekebalan tubuhnya sendiri. Sayangnya kami tinggal di pelosok, sehingga untuk konsultasi dokter anak agak susah. Jadi selama ini kami mengandalkan dokter umum yang praktek di lokasi perkebunan. Kalau sudah membawa Ais ke dokter, oleh-oleh obatnya pasti banyak. Kadang aku yang harus nawar biar obatnya tidak terlalu banyak. Dokternya beranggapan bahwa ketika pilek dan ingusnya berwarna hijau, itu berarti sudah terinfeksi bakteri dan harus minum antibiotik. Duh, masak iya harus meminumkan sebotol antibiotik itu ke Ais? Padahal mau diminumin obat saja susahnya bukan main. Akhirnya aku cari second opinion dari dokter di milis sehat. Menurut dr Wati, sebagian besar flu berasal dari virus, jadi nggak perlu antibiotik. Ingus berwarna hiju nggak selalu berarti karena infeksi bakteri, karena pada proses penyembuhan pilek, ingus biasanya memang berwarna hijau. Aakhirnya aku nggak langsung memberi antibiotik ke Ais. Aku lihat perkembangannya dahulu. Paling banter kasih obat flu yang diresepkan. Antibiotik disimpan dulu. Alhamdulillah ternyata tanpa antibiotik Ais berhasil sembuh dari gejala flunya. Syukurlah, tidak perlu drama meminumkan antibiotik.

Beruntung sekali aku paham rational use medicine dari milis sehat. Akhirnya setelah Ais sekarang memasuki usia TK, Ais tumbuh menjadi anak yang sehat dan jarang sakit. Makannya tidak terlalu banyak tetapi tubuhnya kencang. Mungkin karena kecilnya kalau sakit tidak terlalu bergantung obat sehingga kekebalan tubuhnya terbentuk dengan baik. Alhamdulillah, inilah rezeki terbesar menjadi  orang tua, melihat anaknya tumbuh dengan sehat dan cerdas.

Semoga semakin banyak ibu yang terbantu dengan prinsip 'rational use medicine'/ RUM. RUM itu bukan anti obat, tetapi menggunakan obat sesuai dengan kebutuhannya.

1 komentar:

  1. Memang ya Mba, kalau anak lagi sakit rasanya bingung. Kalau dokter anak langganan juga begitu Mba, sama, memberlakukan antibiotik ketika dibutuhkan aja.

    Kalau saya justru khusus panas/demam baru langsung saya kasih obat penurun demam, karena takut kejang.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung di lapak sederhana EDibaFREE. Komentar Anda akan sangat berarti buat kami...