19.1.14

Kenangan Banjir Jakarta 2007

Lihat berita banjir di Jakarta, aku jadi teringat pengalamanku waktu kerja praktek tahun 2007 silam. Persis banget keadaannya kayak di tipi-tipi.
***
Saat itu kami akan kerja praktek di sebuah perusahaan besar di Jakarta. Kos-kosan tempat kami akan tinggal baru ready tanggal 4 Februari besok. Padahal kita sudah kerja praktek dari tanggal 1 Februari. Jadilah kami nebeng di rumah salah satu teman kerja praktek yang punya saudara di Jakarta.

Kebetulan si Om ini petinggi di Jakarta Utara. Lokasi rumahnya pun elit, di Kelapa Gading. Kami beruntung bisa ditampung Om yang bernama Irwan ini.

Diantara kami, cuma aku dan Bunga yang perempuan. Teman yang menampung kami cowok, untung Om Irwan tidak mempermasalahkan keberadaanku dan Bunga yang cewek ini. Kami makan enak tiga hari itu.

Lalu banjir datang. Saat itu tranportasi di Jakarta Utara lumpuh total. Air menggenang setinggi lutut sampai perut orang dewasa. Kami pun terpaksa menerjang banjir untuk bisa pulang ke Kelapa Gading.

Aku jujur takut masuk angin karena baju benar-benar basah kuyup. Belum hujan yang terus rintik-rintik. Tapi Alhamdulillah tak satu pun dari kami yang keok sakit. Sampai saat Bunga mengeluhkan perutnya yang teramat sakit. Tiba-tiba darah mengalir deras dari celananya. Bunga memang sedang datang bulan, tapi apa iya darahnya bisa sederas ini?

Kami semua menjadi panik, termasuk tante Irwan. Beruntung Om Irwan seorang petinggi. Jadi kami bisa dibantu akses transportasi cepat menuju rumah sakit. Saat itu Bunga dibawa ke rumah sakit terdekat menggunakan perahu karet. Yang ikut menemani Bunga yaitu aku dan Vino, teman yang keponakan Om Irwan. Tante Irwan juga ikut. Tentu saja kami semua penasaran dengan apa yang terjadi pada Bunga.

Syok dan terkejut. Itu yang kami rasakan saat mendengar penjelasan dokter. Bunga keguguran. Hah? Kok bisa? Menikah saja belum. Seketika aku langsung membanyangkan wajah pacarnya Bunga. Aku sebel sama dia. Pasti dia yang sudah maksa Bunga. Kasian Bunga jadi begini.

Tapi sebel kan ga ada gunanya. Beruntung di saat kritisnya, Bunga mendapatkan banyak kemudahan. Check up di rumah sakit ini ditanggung Tante Irwan. Lalu, prosedur selanjutnya saat keguguran adalah dengan dikuret, alias membersihkan sisa janin yang masih menempel di rahim. Untuk yang satu ini biayanya pasti besar, dan Bunga tentu saja tidak siap keuangannya. Akhirnya dirujuk ke rumah sakit pemerintah, dan dibuatkan surat dari Om Irwan, yang menyatakan Bunga adalah korban yang keguguran karena banjir. Tapi memang benar kan? Bunga memang keguguran karena kecapekan menerjang banjir kemarin.

Kami lalu berangkat ke rumah sakit yang dimaksud. Tante Irwan ga ikut. Untuk mencapai rumah sakit tersebut, kami dipinjami truck TNI. Subhanallah, tak pernah terbayangkan petualangan kami sejauh ini, Bunga sambil terbaring lemah masih bisa bercanda.

Permasalahan timbul saat akan dilakukan tindakan operasi tapi tak ada satu pun keluarga Bunga. Akhirnya aku menyamar sebagai adiknya. Ah, tau deh, kadang prosedural rumah sakit aneh, udah jelas biaya pengobatan ditanggung dan kondisi Bunga butuh operasi, masih aja mau ditunda operasinya. Belakangan aku tahu kenapa rumah sakit begitu karena takut dipersalahkan bila terjadi hal yang tidak diinginkan, seperti kematian. Kadang kayak gini orang paling gampang nyalahin sih ya?

Balik ke masalah operasi Bunga. Alhamdulillah kuretnya berlangsung lancar. Bunga ga perlu khawatir pendarahan lagi. Alhamdulillah rahimnya juga ga kenapa-kenapa. Aku dan Vino sepakat untuk merahasiakan kondisi Bunga yang sesungguhnya. Hamil di luar nikah kan aib, terlepas bagaimana bisa hamilnya.

Selesai kuret, Bunga kemudian dijemput kakaknya dari Jogja. Bunga terpaksa tidak bisa melanjutkan kerja praktek karena kondisinya memerlukan istirahat total alias bed rest.

Setelah Bunga pergi, aku dan Vino baru memikirkan nasib kami. Terdampar di kota orang dengan wajah unyu-unyu begini. Kalau diculik gimana?*lebay

beruntung Mas Igo, anaknya Om Irwan jemput kami. Waw, mimpi apa aku? Semalam itu aku merasakan sebagai kaum tajir Jakarta, makan di restoran mewah dan menginap di hotel bintang lima di kawasan ancol. Rupanya inilah potret kehidupan kaum tajir Jakarta. Saat banjir, mereka mengungsi ke hotel mewah. Saking katroknya aku sampai mandi pakai gelas kumur dengan air yang ditampung di westafel. Wong ndeso, ga bisa mandi tanpa gayung. Haha

Thanx Vino. Aku bisa sombong pernah punya pengalaman nginep di hotel mewah, makan malam dan sarapan yang super istimewa. Huhuhu... Mudah-mudahan lancar juga rezeki Om dan Tante Irwan. Aamiin.

Pesan moral:
1. Perzinahan sangat merugikan. Bunga termasuk beruntung walaupun keguguran tapi tidak sampai kehabisan darah. Kegiatan kuliah juga jadi terganggu karena butuh pemulihan yang ga sebentar.

2. Cintai apapun keadaanmu, tenyata jadi orang kaya ribet. Mau mandi aja susah. Makan juga komplit banget dari sendok ampe pisau. Padahal kan paling enak makan pake tangan yak?

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung di lapak sederhana EDibaFREE. Komentar Anda akan sangat berarti buat kami...