6.9.17

Dia Pelakor

Uwow. Judulnya bombastis dan rada berat sih membahasnya. Tapi gatel pengen nulis. Secara aku bersinggungan langsung dengan dia.

Ini sama sekali bukan tentang rumah tanggaku. Ini kisah tentang seseorang yang aku kenal baik. Seseorang yang rajin menceritakan A sampai Z kehidupannya. Karena tak ada orang lain yang mau dan bisa dipercaya olehnya.

Karena dia pelakor.
(pic from pixabay)

Cantik, karir bagus, dan pintar. Tapi rupanya dia tidak cukup pintar dalam urusan asmara. Terhitung dua kali dia menjalin hubungan dengan pria, dua kali pula dia jadi orang kedua. Pelakor alias perebut laki orang kalau istilah bekennya.

Kalau kata orang pelakor itu nggak punya perasaan, gak empati kepada sesama perempuan. Justru dia yang butuh empati kita. Justru dia yang terlalu perasa, sampai tidak bisa pakai logikanya. Iya, logika bahwa hanyalah mimpi buatnya bisa menjadi orang pertama. Tapi nyatanya dia bertahan, setia menjadi yang kedua. Masih yakin mimpinya menjadi nyata.

Kalau kata orang pelakor bangga dengan hidupnya. Bangga mendapatkan dunia dan harta walaupun menjadi orang kedua. Tapi berbeda dengan dia. Harta sama sekali bukan alasannya menjadi pelakor. Karirnya bagus, buat apalagi harta? Bahkan tanpa lelaki pun dia bisa mandiri. Tapi nyatanya dia bertahan menjadi pelakor. Nasehatku untuk mengakhiri cinta terlarangnya hanya dianggap angin lalu. Dia kadung kasmaran. Kadung dimabuk cinta. Dia begitu lemah dihadapan pria. Runtuh seketika wibawanya. Bubar semua profesionalitas kerjanya. Justru menjadi pelakor membuat hidupnya terpuruk. Lalu dia tetap bertahan dengan dalih pengorbanan cinta.

Kalau orang benci pelakor, aku justru mengenal pelakor yang butuh simpati. Aku sama sekali tidak bisa membecinya, justru aku mengasihaninya. Sebegitu langka kah pria sampai dia rela menjadi pelakor? Sebegitu agungkah pria itu sampai harus mendapatkan pengorbanannya yang begitu besar? Ingin rasanya aku menyiram wajahnya agar dia terbangun dari mimpi indahnya. Ini dunia nyata, tak akan seindah di film, tak akan semulus kisah sinetron. Susah sekali menyadarkannya untuk kembali pada realita. Tapi aku sudah habis daya dan tak jua mampu menyadarkannya.

Ternyata sejatinya pelakor adalah selemah-lemahnya wanita yang perlu kita kasihani, bukan kita perangi. Ada yang salah dalam diri seorang pelakor sampai dia rela berada di posisi itu. Ada yang susah dibenahi dalam dirinya, sehingga apa pun kata-kata orang sekitarnya tak mampu menyadarkannya. Ya Allah, sadarkan dia dari menjadi pelakor, jauhkan aku dan keluargaku dari pelakor. Aamiin.

11 komentar:

  1. hormat grak, iya Bund setuju harus di kasihani dan dikasih pencerahan,. emh emh ehm isu dengan tema pelakor membuat curiga dengan sahabat sendiri ,,, hohooh piss

    BalasHapus
  2. seorang pelakor memang lemah, demi merebut suami orang, dia bahkan rela mengancam untuk bunuh diri...#lemah dan sakit jiwa ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Kasian. Dia gak sadar betapa berharga dirinya..

      Hapus
  3. Kasihan ya.

    Sebagian ada yang rela sampai menguasai harta lelakinya sampai2 istri pertama kalau perlu gak kebagian jatah. Nyebelin sangat tapi ya itu, kasihan ... koq bisaaaa

    BalasHapus
  4. aku malah baru tau kalo pelakor itu singkatan dari perebut laki orang..dulu pd bilang pelakor kirain itu nama sejenis hantu

    BalasHapus
  5. hemmm no komen, deh. lho iini komen. ngeri urusna begini

    BalasHapus
  6. Kadang memang kita gak bisa langsung menjustifikasi orang menjadi pelakor. Malah kadang si laki-lakinya yang menjebak atau membuat mereka bersedia jadi orang kedua. Tapi emang kontroversi sih. :(

    BalasHapus
  7. Ramaikan mbaaa

    Share d FB atau twitter haghaghag

    --bukanbocahbiasa(dot)com--

    BalasHapus
  8. Iya ya, kasihan.
    Bucin.
    Tapi lebih kasihan sama istri si lelaki.🙈

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung di lapak sederhana EDibaFREE. Komentar Anda akan sangat berarti buat kami...