10.10.16

My Curious Journey: Staycation di RSA UGM Part 1

Setelah sebelumnya cerita tentang prosedur pengujian bioavailabilitas dan bioekuivalensi levofloksasin (BABELF). Kali ini aku pengen cerita tentang pengalaman menjadi probandus, mulai dari perjuangan (cie perjuangan) mengikuti serangkaian tahapan seleksi (macam pemilihan Duta aja).

Harga sebuah ‘rasa penasaran’
Jadi, menjadi probandus untuk uji obat itu nggak seenak jadi probandus uji makanan (ya iyalah). Kalau kemarin uji glukosa darah cuma diambil darah setetes, nah ini darah yang diambil masing-masing sampling sebanyak dua tabung. Mengambil darahnya jadinya pakai jarum kupu-kupu. Jadi di tangan dipasangi semacam ‘keran’ yang nanti dibuka tutup ketika pengambilan sampel darah. Masalahnya, ternyata mengambil darah pakai jarum kupu-kupu itu nggak semudah yang dibayangkan. Kadang jarumnya mampet, jadi harus diakalin biar darahnya bisa mengalir lagi. Kalau masih gagal juga, tubles bagian aliran darah yang lainnya lagi. Pas ditubles ya perih-perih sedap gitu sih. Hmm, jangan ngeri bayanginnya, itu cuma perih waktu ditubles aja, habis itu ya beraktivitas biasa lagi. Nyatanya aku masih bisa menulis postingan ini, berarti kan nggak masalah, hehe.

Selama pengujian aku menikmati me time dengan mengerjakan segala deadline pekerjaan dan juga pelajaran. Tapi kalau disuruh mengulang kayaknya nggak deh. Bukan masalah ditubles-tubles jarumnya sih, tapi nggak mau dua hari pisah tidur sama anak *emaknya manja, padahal anaknya mah biarin aja emaknya kemana-mana, haha!

Pengalaman selama pengujian
Selama ikut uji ini, ada pengalaman seru yang aku alami. Pengalaman seru pertama adalah merasakan semacam staycation di rumah sakit. Eh ternyata kalau sehat, bermalam di rumah sakit enak juga. Karena kalau sehat kan mau aktivitas apa pun juga enak. Apalagi kalau wifi lancar, hehe. Soalnya kan yang penting bisa me time, hehe. Jadi kita ‘check in’ dulu di pendaftaran. Karena untuk kepentingan penelitian, jadi berkasnya semua sudah siap. Segala hasil pemeriksaan kesehatan dan berkas administrasi lain dimasukkan di map ini. Tak lupa sebagai ‘pasien’ nanti aku harus pakai gelang ini.
Setumpuk dokumen dan gelang pasien sesuai prosedur rawat inap pasien
Setelah itu, aku bergegas mencari bangsal tempat kami bermalam nantinya. Nah ada cerita seru waktu perjalanan mencari bangsal tempat pengujian. Ceritanya untuk ke bangsal tempat pengujian aku diantar seorang satpam. Pak satpam memberi petunjuk untukku untuk masuk ke IRI (Instalasi Rawat Intensif), mengikuti sepasang remaja yang memasuki ruangan itu. Ternyata di ruangan tersebut ada orang tua yang sedang diberi tindakan. Mereka memandangi pasien yang tengah dilakukan tindakan. Ah, ini sih keluarga pasien. What? Keluarga pasien? Berarti bukan probandus dong? Perasaanku sudah nggak enak. Wah, nyasar ini. Tetapi aku bisa bertanya pada siapa? Seluruh perawat di ruangan itu fokus kepada pasien ini. Sepertinya pasien ini sedang sakratul maut. Aku syok seketika. Nggak mungkin aku bakalan bermalam dan melakukan pengujian  di ruangan seperti ini. Kuedarkan pandangan, ternyata ruangan itu dipenuhi orang tua yang tergolek lemas di ranjangnya. Aku segera membuka pintu-pintu di ruangan itu. Siapa tahu ruangan yang dimaksud terselip diantara ruangan-ruangan ini. Tapi jelas nggak mungkin, orang sehat pasti dibedakan dengan pasien, apalagi ini adalah pasien yang butuh perawatan intensif.
Aku sadar aku tengah tersasar, tapi aku bingung harus bertanya pada siapa, soalnya aku sama sekali tidak paham dengan denah rumah sakit ini. Untungnya ku bertemu dokter muda yang memberi tahu lokasi pengujian. Wah, payah nih pak satpamnya tadi beneran nyasarin aku. Haha!

Syukurlah tak berapa lama akhirnya aku sampai ke lokasi yang dimaksud. Beginilah kondisi bangsal kami. Walaupun satu ruangan dengan pria, tetapi ada sekat yang memungkinkan kami para wanita punya privasi. Berada satu ruangan besar dengan pengalaman pengambilan drahnya masing-masing membuat bangsal ini terasa hangat. Ada yang nonton bola bareng, nonton film bareng, aku sendiri pengen ngajak karaoke tapi kok takut mengganggu, haha!

Uji BABELF ini memberiku banyak pengalaman dan pelajaran berharga. Pelajaran berharga pertama adalah pelajaran untuk menghargai nikmat kesehatan. Walaupun menikmati ‘staycation’ di rumah sakit, tetapi tetap saja aura rumah sakit itu nggak enak. Setelah sebelumnya melihat langsung tindakan pasien pada detik-detik sakratul mautnya, tak berapa lama aku melihat aura kesedihan dan putus asa dari penunggu pasien IRI. Aku nggak berani bertanya, tetapi aku berasumsi bahwa mereka adalah keluarga dari pasien yang baru saja aku saksikan penanganan dari perawat menjelang detik-detik akhir hidupnya.

Pengalaman berharga lainnya adalah aku menjadi lebih berusaha lagi dalam menjaga kesehatan dan keselamatan diri. Soalnya kalau tak perhatikan blangkonya, prosedur rawat inap sepertinya tidak mudah. Baru kesasar di rumah sakit waktu sehat saja rasanya emosi, apalagi kalau sakit tetapi tidak juga ditangani?.

Pelajaran berharga lain. Jangan terlalu percaya sama orang. Satpam itu juga manusia. Bisa khilaf ngasih petunjuk. Awalnya aku emosi sama satpam ini, tetapi kupikir-pikir lagi, salahku juga nggak memperhatikan tulisan. Padahal petunjuk udah jelas begini. Hadeh.

Kalau lewat lift pengunjung pasti nggak nyasar. Huhu
Pelajaran terakhir. Kalau ada pengujian seperti ini lagi, kayaknya aku nggak ikut lagi deh. Habis nggak bisa bawa anak menginap sih. Kan nggak seru staycation sendiri. Haha!

Yang terjadi pada kami dua malam satu hari itu...
1. Makan malam dan mulai puasa jam 9 malam

Setelah jam 8 malam kami check in (tuh kan beneran, macam staycation beneran), kami lalu diberi makan malam dan mulai pukul 9 malam diharuskan berpuasa. Tapi tenang, masih boleh minum air putih sebanyak-banyaknya kok.
Suasana 'malam pertama'. Untungnya ruanganku terpisah sama cowok-cowok ini.
2. Mulai nggak boleh minum air putih lagi dari pukul 6 pagi
3. Pemasangan jarum kupu-kupu pada pukul 6 dan diambil darah untuk jam ke-0
Bismillah, enjusss
Take deep breath, tahapan selanjutnya adalah pemasangan jarum kupu-kupu dan pengambilan sampel darah jam ke-0. Enjusan pertama darah Alhamdulillah lancar keluar.
Darah segar keluar. Tenang, cuma 2 ml kok.
Sampel darah jam ke-0. Masih ada 16 titik sampling lagi. Semangat!!!!
Pada sampling darah, terkadang pengambilan darah via jarum kupu-kupu nggak selamanya lancar. Oleh karena itu perlu sterilled water untuk membersihkan jarum dari gumpalan darah yang menyumbat jarum. Setelah sampling darah, jarum kupu-kupunya juga perlu dibilas dengan sterilled water. Cara membilasnya dengan menggunakan bantuan jarum suntik tanpa jarumnya (lho?), jadi keran warna pink pada gambar di bawah disambungkan dengan ulir jarum suntik dan sterilled water dialirkan dari situ.
Sudah kayak pasien beneran kan? Jarum kupu-kupu ini cuma bertahan 2 kali pengambilan darah dan mampet, hiks.
4. Minum obat yang diuji sebanyak satu tablet 500 mg, dan disampling lagi darahnya pada rentang waktu 10, 20, 30, 45, 60 menit dan jam ke 2, 2.5, 4, 6, 12, 16, dan 24. 

Yang kuliahnya belajar kinetika reaksi pahamlah kenapa rentang waktu samplingnya beda-beda begini. Jam ke-0 ditetapkan pada pukul 7 pagi.
Tablet obat yang diujikan. Seperti obat tablet pada umumnya
Untuk menghindari bias, minum obat dibantu dengan air mineral kemasan gelas dan harus dihabiskan. Setelah itu, sampai jam ke-2 atau jam 9 pagi nggak boleh minum air putih dulu. Dalam kinetika reaksi, dua jam pertama memang paling krusial sehingga samplingnya lebih sering dan pengkondisian untuk menghindari bias lebih diperketat.

Gimana, seru kan jadi probandus? Berasa ikutan penelitiannya, padahal ya cuma jadi kelinci percobaan, haha!

Masih akan bersambung ceritanyaaa...

7 komentar:

  1. Glekk... aku geli2 gimana gitu mbk. Yg tubles pke jarum suntik rasanya perih2 sedapp gitu. Hueh... ndak tahan tublesannya kayak keran gitu :3

    BalasHapus
  2. Huwaaa...ini pengalaman unik banget mba. Aku palingan uji organoleptik doang hahaha

    BalasHapus
  3. Pengalaman yang luar biasa mbak ini, jadi pengen nyoba, wkwk..

    BalasHapus
  4. Kalo pengalaman saya di ambil darah waktu acara donor darah di sekolah, diambil darahnya ebih dari 2 ml mbak, dan rasanya waktu pertama kali tusukan jarumnya, cess.. tapi rasanya saya malah pengen ketawa entah kenapa.. hehe.. lama2 pegel juga..

    BalasHapus
  5. Maksih ya mba krna sdh mnau berbagi cerita mengenai pengalamannya, semoga menjadi pahala krn sunggu bener-bener bermanfaat bagi kita-kita yang kurang paham dan tdk tau...
    salam kenal

    BalasHapus
  6. Ini masih ada lanjutannya kah? Seruuuu :))

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung di lapak sederhana EDibaFREE. Komentar Anda akan sangat berarti buat kami...