13.1.14

EDibaFREE Goes to Bangka



Day 1, 31 Desember 13
Perjalanan dimulai jam 6 pagi, diantarkan Pak Idris, temannya ibu ke Pelabuhan Boom baru. Kita naik kapal Sumber Bangka dengan tujuan Tanjung Kalian Muntok tiketnya 250.000, ada paketan sama sama travel Garuda yang melayani rute Sungai liat dan pangkal pinang seharga 385.000.
Perjalanan dimulai pada pukul tujuh lebih delapan. Akung kemarin pesan kelas VVIP. Ternyata AC nya dingin banget. Karena yang di kelas VVIP cuma kita berlima aja. Wah, udah ketar ketir juga nih kalau Faris nanti masuk angin. Tapi si bujang mah fine-fine aja. Bahkan bisa tidur ditengah gelombang ombak yang berkejaran tinggi. Lain kali pesan tiket VIP aja deh. Biar ga terlalu 'eksklusif' begini. Baiknya ga pesan tiket ekonomi kalau mau nyaman, soalnya tadi sempat ada ibu-ibu yang menyerah pengen upgrade ke kelas VIP gara-gara ga kuat di kelas ekonomi.

Tapi memang enak sih di kelas VIP, karena selain ada TV yang menyajikan hiburan dari karaoke sampai film, disini juga disajikan beragam snack termasuk pop mie yang FREE. Wow, yang beginian bakal diinget terus nih. Kalo mas ga kepingin makan pop mie, mana tau kalau pop mie nya gratis.
Aku pikir perjalanan bakal hanya menghabiskan dua jam saja. Rupanya sampai film di TV habis kita belum juga sampai. Oh ya, film yang diputar adalah film Thailand yang bercerita tentang ajaran Budha, tepatnya fiksi tentang kehidupan Thom San Chong sebelum perjalanan ke barat dengan Sun Go Kong. Wih, film ini pas banget dengan kebudayaan Bangka yang kental dengan ajaran Budha.

Resensi filmnya sampai kubuat disini, karena aku pribadi menilai film ini cukup inspiratif.
Perjalanan dimulai jam 6 pagi,ar 10.20. Lanjut naik travel menuju Mitra Garden, hotel tempat kami menginap.

Ke penginapan Mitra Garden di Pangkal Pinang naik travel Garuda. Rupanya perjalanan darat ini lumayan lama. Sekitar empat jam plus mampir makan kira-kira tiga puluh menit. Ga heran banyak yang milih naik pesawat walaupun dari Palembang. Di perjalanan aku duduk di sebelah pasangan suami istri cina. Mereka berkomunikasi satu sama lain dengan bahasa campuran palembang-cina. Rada pasang kuping juga dengernya. Tapi tetep wae ga dong. Bangka memang terkenal dengan kebudayaan Cina nya. Padahal dari satistik, penduduk cina menempati peringkat kedua setelah penduduk melayu. Penduduk sini masih percaya mistik dan karma, jadi daerah Bangka lumayan aman dari pencurian dan penodongan(karena warganya takut karma), namun di lain sisi santet masih marak. Katanya orang Bangka loh ya. Aslinya mah ga tau.

Pas pulul 14.30 kami sampai di penginapan. Mitra Garden tempat kami menginap sebenarnya kurang recomended, karena letaknya di Pangkal Pinang, padahal pariwisata kebanyakan di Sungai Liat. Tapi, gak papa lah. Malah jadi ga terlalu rame. Paling mercon dan kembang api jelang tahun baru malam ini. Hotel bintang dua di Bangka ini ga jauh beda dengan hotel kelas melati di Jawa. Aih, yang penting bisa buat istirahat deh.

Di Bangka ini kami sewa mobil plus driver. Drivernya seumur adekku Reyhan, mana badannya berisi, persis adek lanang. Namanya Dian, manut banget, tapi karena manut kita jadi bingung, habisnya kita bingung juga mau kemana aja. Akhirnya sore itu cuma ke pantai pasir padi, lihat vihara dengan patung Dewi Kwan Im setinggi tujuh meter(yang itupun didatangi karena udah bingung mau kemana), dan belum magrib kita sudah makan malam.

Destinasi pertama ke pantai pasir padi. Rada bete karena di pintu masuk ditagih buat bayar tiket konser karena malam ini malam tahun baru. Sekate-kate, orang bawa anak kecil gini, masak mau nonton konser. Dian berhasil merayu satu penjaga, eh dicegat lagi, berhasil dirayu lagi, sampai akhirnya penjaga keempat, Uti ga sabar dan akhirnya petugasnya disumpel 10rb dari tiket masuk yang seharusnya cuma 4rb satu mobil.

Di pantai, Faris langsung mainan air. Aih, pelajaran penting membawa balita berpopok ke pantai. Pastikan popoknya sudah dilepas, kalo ga kasian, lari-lariannya jadi ga bebas. Faris berlarian kesana kemari sampai seluruh celananya basah. Bajunya dijaga jangan sampai terlalu basah, karena kita ga persiapan alat mandi. Mana udah sore dan agak mendung, takut nanti Faris masuk angin.
Pasir di pantai Pasir Padi sangat liat. Pasirnya padat dan keras, tidak seperti pantai lain yang pasirnya mudah tersapu ombak. Jadi, sepulang dari pantai, baju Faris ga terlalu banyak membawa pasir. Jadi kepikiran, nama pantainya pasir padi apa karena pasirnya mirip tanah untuk tanam padi ya? Yang becek tapi padat. Hehe..

Sepulang dari pantai, kita bingung mau kemana lagi. Ayah punya ide untuk kunjungan budaya asli Bangka. Dian akhirnya menyarankan ke Vihara milik pribadi yang ada patung Dewi Kwan Im setinggi tujuh meter. Subhanallah, umat Budha itu keren banget buat investasi tempat ibadah.

Rumahnya sangat sederhana, tapi tempat sembahyangnya luas sekali. Letak vihara ini juga di tengah jalan kampung, jadi lumayan rame motor sliwar-sliwer. Sepertinya vihara ini walaupun milik pribadi tapi dipakai untuk umum. Ada dupa yang dipersiapkan buat yang ingin sembahyang. Vihara ini dijaga satu orang, mungkin semacam takmir masjid ya? Bapak ini sedang asyik memotong-motong kertas. Paling untuk sembahyang ya? Aku ga ngerti ritual sembahyang mereka, tapi ada buku panduan doanya gitu, wuih macem-macem, belum lagi tempat sembahyangnya sampai ada lima ruangan. Ditambah persembahan di patung Dewi Kwan Im dan di gentong merah, total jadi tujuh tempat sembahyang.

Pulangnya makan di seafood Asui. Pertama rada ragu, halal ga ya? Tapi akhirnya Bismillah aja. Menu restorannya juga ga aneh-aneh. Cuma berbagai macam ikan, udang, cumi, dan ada juga pari.
Makanan yang kita pesan adalah kakap lempah kuning, capcay seafood, udang rica-rica, dan cumi tepung. Minumnya jus timun, jus strawberry, jus buah naga, dan kelapa muda.


Bumbu lempah kuning adalah khas Bangka. Ternyata rasanya adalah kolaborasi antara sayur asem dan pindang. Jadi kayak pindang patin cuma berasa asem. Seger banget. Apalagi ikannya segar. Udang rica-ricanya enak tapi kurang sip. Karena lebih mirip udang asam manis daripada bumbu rica-rica. Udangnya ternyata digoreng tepung, jadi cumi goreng tepungnya terlihat kurang menarik. Haha. Faris bukannya makan seafood yang enak ini, doi malah asyik makan kelapa muda aja. Huhuhu..
Sekian perjalanan hari pertama. Capek juga ni, pegelnya sampe ke pa*tat. Hihi

Day 2, 1 Januari 2013
Destinasi utama hari ini adalah ke Pantai Parai Tenggiri. Baca-baca diwebsite Pemkab Bangka, kayaknya wisata ini paling bonafid deh. Ya iyalah, yang ngelola El John gitu lo. Masuk ke pantai Parai Tenggiri lumayan mahal, sekitar Rp. 25.000 per orang, kalo mau berenang jadi Rp. 30.000.
Rada mahal, tapi untuk sebuah pantai yang terkelola dengan baik ya ga mahal lah. Kami beli tiket untuk berenang, eh sayangnya hujan ga juga berhenti. Sempat hilang mood mau berenang, tapi akhirnya kita ganti baju dan berenang juga. Psst..aslinya kita tadi masih bisa lo masuk gratis, soalnya kita dateng lumayan pagi, mba resepsionisnya mengira kita tamu hotel. Lagian kalo udah masuk ga terlalu diliatin lagi tiketnya. Apalagi tiketnya ditukar minuman ringan, jadi kalo minumannya habis, siapa yang tahu kita udah bayar tiket apa belum?hehe..*otak culas

Niat utama mengajak Faris berenang, Faris digendong akungnya dan awalnya masih takut-takut di kolam. Sayangnya, ketakutannya malah makin menjadi karena pas lagi gendong Faris, akung kepeleset, jadi deh Faris sempat di dalam air sekitar 2 detik. Setelah itu Faris jadi bener-bener ga mau berenang, aku dipeluknya erat-erat. Sedikitpun dia ga mau turun dari gendongan.


Akhirnya gagal deh mau renang. Buat tombo gelo akhirnya aku foto-foto aja dekat kolam. Pantai juga lagi pasang, cuaca mendung-gerimis-hujan. Akhirnya kita udah siap-siap mau pulang, tapi kok sayang banget cuma main di kolam aja. Akhirnya aku sama ayah nekat menuju Rock Island, pulau diseberang pantai yang bisa dilalui dengan lewat jembatan. Faris dititipin ke akung dan uti. Sebenarnya kalo cuaca terang, ga masalah Faris diajak. Tapi cuacanya benar-benar ga bersahabat. Sepanjang hari hujan, kadang gerimis, kadang deras. Yang penting bisa hunting foto ya.
Perjalanan ke Rock Island bukan hal yang gampang..*lebay. Kita harus menghadapi hujan angin ketika di tengah jembatan. Akhirnya sampai di rock island, pemandangannya memang bagus banget.

Oke, akhirnya kita pulang dan mampir makan dulu. Kali ini Dian mengajak ke RM. Raja Laut. Aku heran, di Bangka ini minuman keras kayaknya gampang banget ya beredar? Dua kali makan di restoran, minuman bir didisplay dengan leluasa. Satu lagi, sambal terasi di Bangka ini unik, cabenya di blender, rasanya juga agak asem. Aku ga berani banyak-banyak. Soalnya perutku dari kemaren ga beres. Kayaknya perlu detoksifikasi.
Selesai makan, kita menuju ke pantai Tanjung Pesona. Pantai ini masih satu garis pantai dengan pantai Parai. Bagusnya mash bagus Parai, masuk kesini juga lumayan mahal, 15.000 per kepala saat hari libur, dan 10.000 pas hari biasa. Kita di pantai ini juga ga lama, soalnya Faris bobo, hujan agak gerimis, dan kamera pada habis semua baterenya.huhu.
Lumayanlah ada satu foto kenangan. Ini batunya tinggi dan gede banget. Sempet takut pas manjat, terus aku jalan merangkak, ealah malah diketawain ayah, dibilang kayak munyuk alias monyet,hiks,hiks..
Destinasi terakhir hari itu adalah Bukit Fatin. Tempat sembahyang umat Budha. Tempatnya naik-naik ke puncak bukit. Terdapat 16 tempat pemujaan yang aku sendiri ga paham ritualnya. Saat yang lain sibuk sembahyang, kita malah asyik foto-foto. Hihi.. tiket masuk 5.000 per kepala. Faris asyik juga naik turun tangga disini. Cuma orang tuanya aja yang rada 'ndredeg', habis Faris berani bener. Ada anjing item malah dideketin. Untung anjingnya jinak.

Sampai di hotel sekitar jam 4,aku sama ayah langsung sholat dan nyebur ke kolam yang ada di atas hotel demi balas dendam tadi ga puas renang. Rada horor pas berenang,karena saat itu lagi hujan. Kolamnya juga kayak bak besar di atap hotel. Aku horor takut ambles kayak hotel Crusty Crab di serial spongebob ntu. Sedangkan ayah takut kalau nanti kesamber petir. Aih, aih, akhirnya kita buru-buru selesai berenang.

Day 3. 2 Januari 2014
Pagi ini kita ke pantai Matras. Rupanya letaknya bersebelahan dengan pantai parai. Bedanya, pantai ini masih alami, masuknya aja gratis (eh, gratis karena kita kepagian datangnya sih). Pantai ini ga sebagus Parai. Bebatuannya sedikit, dan ombaknya ganas. Aku pikir kenapa dikasih nama Matras apa karena ada timbunan seperti matras ditumpuk sebagai garis batas ya? Kata Dian memang pantai ini banyak makan korban, maka sebaiknya berhati-hati dan ga melewati matras pembatas.

Destinasi kedua adalah Pantai Batu Berdaun. Kenapa dinamakan Batu Berdaun karena di tengah laut terdapat bebatuan yang ditumbuhi pohon. Kami menyusuri sepanjang pantai dan terdapat kapal nelayan. Faris, Akung, dan Uti nunggu aja di mobil. Ini nih hasil jepretan sederhana dari kamera HP 2MP tanpa flash.
Pantai Rambak
Pantai Rebo
Penambangan timah tradisonal di Pantai Rebo

Hari ini wisata pantainya sukses gratisan. Hihi.. pulangnya kita akan Mi Koba, mi celor khas bangka. Mi ini perpaduan mi ubi untuk mi ayam yang disiram kuah ikan. Rasa kuahnya mirip kuah tekwan, jadi kalo boleh kubilang, mi (tanpa) ayam + tekwan : mi koba.
Ini nih penampakannya. Sayang porsinya kecil, dan untuk makanan tanpa daging, harganya lumayan, yaitu 12 ribu per porsi.

Pulang dari jalan-jalan, masih sore nih. Berenang dulu ah sama ayah. Mumpung masih terang dan ga hujan.

Day 4. 3 Januari 2014 
Hari terakhir tanpa dokumentasi galaxy chat tersayang. Si HP mati suri alias  mati total. Belakangan ketahuan kalo port charger baterenya yang mati. Jadilah hari itu hampa ga bisa tulis-menulis, untung masih bisa tilawah pake HP ayah, hehe.
Tujuan kita hari ini ga banyak, cuma wisata kuliner dan kunjungan museum timah-yang malangnya museum timahnya tutup. Jadi cuma puas foto-foto di luar.

(fotonya coming soon, masih di camdig Uti di palembang)

Pulang dari museum timah kita ke mall buat nunggu waktu sholat Jumat. Paling males ke mall karena Faris pasti minta mainan. Kebetulan perutku lagi sakit gara-gara gegayaan food combining. Ealah Faris minta gendong lagi. Habis dari mall kita nyobain otak-otak khas Belinyu, hm, dibanding otak-otak di Palembang perasaan masih enak yang di Palembang deh. Selain otak-otak ada beberapa jenis pempek yang mirip bakso ikan, pempek lenjer, dan... Lentho, ya lentho dari Jawa itu. Habis mirip banget dari rasa dan teksturnya. Bedanya ini lentho rasa ikan. Ayah suka banget lentho ini, jadi inget zaman kecil dulu ayah, lentho adalah jajanan paling yahud di masanya. 

Selesai ngemil otak-otak dan pempek kita langsung menuju Masjid Jami. Ayah sama akung jumatan disana. Kita sih ngerong di mobil aja. Tapi terus ke toilet masjid gara-gara aku 'panggilan alam' alias kebelet buang air besar. Disana WC nya pada dipakein cowok, soalnya jamaahnya rame banget dan antrian di tempat wudhu cowok rame banget, jadi deh WC cewek kena 'ekspansi'. Iseng-iseng merhatiin, cowok bangka gaul banget ya?rata-rata pada pake celana pensil gitu, hehe..#.gagal fokus.     

Selesai jumatan kita langsung menuju bandara. Dan inilah akhir perjalanan kami di Bangka.

Mengulang lagi? Nanti dulu deh, bikin tongpes soalnya. Hehe...

4 komentar:

  1. uwah,seru banget mbk jalan2nya.....sayakalo dari Siak ke Batam juga naik ferry..adanya cuma VIP,memang dinginnnnnn banget berasa banget menggigilnya hehe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah..kereen..aku lom pernah ke Batam, ga sekalian ke Singapur mb?hehe

      Hapus
  2. wah keren Dib!detail dan informatif.jd pengen nulis jg perjalanan mengejar aurora....

    BalasHapus
  3. wah keren Dib!detail dan informatif.jd pengen nulis jg perjalanan mengejar aurora....

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung di lapak sederhana EDibaFREE. Komentar Anda akan sangat berarti buat kami...