22.4.17

Malam Bersama Ais


Sore itu, seperti biasa aku dan Ais jadi orang terakhir yang keluar dari gudang. Sudah menjadi kebiasaan kami untuk menunggu ayah pulang, walaupun kadang ayah baru pulang jam 8 malam. Tapi sore ini ada sedikit kesalahan komunikasi. Aku dan Ais kekeuh mau nunggu di gudang sampai ayah datang. Padahal sore itu ayah masih meeting dengan pabrik, dan perkiraan pulang paling cepat jam 8 malam. Sebenarnya bisa saja kami tidur beralaskan bed cover yang sengaja dibawa untuk Ais beristirahat di gudang. Di laci juga masih ada roti buat ganjel perut. Tapi, menjelang magrib Ais berubah pikiran. Dia pengen cepat sampai rumah dan nonton Upin Ipin. Akhirnya kami putuskan habis sholat magrib langsung pulang ke ruko. Konsekuensinya, kita harus berjalan kaki dari gudang ke ruko tempat tinggal kami, karena di gudang udah nggak ada siapa-siapa buat ditebengin. Hihi

Sebenarnya agak was-was saat akan perjalanan pulang. Soalnya baru-baru ini ayah dapat kabar kalau tetangga ruko ada yang kena todong di rukonya sendiri. Jadinya aku agak parno juga mau jalan kaki berdua saja sama Ais. Nah, saat aku was-was dan ketakutan, tiba-tiba Ais menyeletuk:
"Ibu nggak usah takut. Ibu berdoa aja. Nanti pasti ditolong Allah."

Jleb. Anak 5 tahunku sudah bisa menasehati ibunya begitu. Dan yang dia katakan memang benar adanya. Apa yang harus aku takutkan? Bukankah Allah selalu melindungi hambaNya yang memohon padaNya? Akhirnya aku tepis jauh-jauh pikiran buruk itu.

Keluar dari gudang, kondisi jalan sudah gelap. Penerangan yang ada masih terbatas. Awalnya kami berencana lewat jalan pintas, tapi sayang, jalan pintasnya sudah tutup. Pasti yang pegang kunci pintu jalan pintas sudah pulang, jadi sama dia dikunci deh. Ya sudahlah, kami putar halauan lagi. Kembali menyusuri jalanan gelap sampai ke arah pos satpam.

Sepanjang jalan kami berdua berbincang banyak hal. Kami bergandengan layaknya pasangan yang romantis, ow,ow. 

"Allah itu ada nggak sih Bu? Kok nggak kelihatan?" Tanya Ais.

"Allah nggak kelihatan, tapi Ais bisa ngerasain kan? Buktinya kalau Ais takut terus berdoa sam Allah, Ais nggak takut lagi kan?"

"Iya sih Bu."

Perbincangan yang hangat untuk malam yang dingin.

Setelah keluar dari kompleks pergudangan, perjalanan kami masih agak jauh, ya kira-kira 1 atau 1.5 kilometer lagi lah. Yang paling bikin bete adalah karena kondisi jalanan yang sama sekali nggak pedestrian friendly. Jalanannya becek, dan kalau kami jalan di aspal malah resiko kesenggol kendaraan. Mana yang lewat truk dan mobil dengan kecepatan tinggi. Nggak maulah ketabrak nganggur. Kami jalan pelan-pelan dan melipir banget deh. Alhamdulillah dengan sedikit perjuangan dalam memilih jalan untuk kami menapakkan kaki, akhirnya kami sampai juga ke jalan menuju masuk ke ruko.

Perjuangan belum selesai jendral. Masih perlu keawasan dan kehati-hatian dalam menyebrang jalan. Kendaraan yang lewat berkecepatan tinggi semua. Belum berhasil menyebrang tiba-tiba ada ojek yang menawari kami.
" Ojek Mbak?"
"Mboten." Wah. Reflek biasa nolak becak di Jogja kebawa sampai Palembang. "Ngg..Nggak." Setelah itu tulang ojek baru paham dan berlalu dari hdapan kami.

Akhirnya berhasil juga kita menyebrang. Berhubung aku lagi parno-parnonya sama kasus penodongan tetangga ruko, jadi bawaan was-was aja lihat orang-orang yang mencurigakan. Padahal ya, di lokasi ruko kan banyak supir truk atau tukang bengkel 24 jam. Tampang mereka rata-rata sangar, agak keki juga aku pas lewat depan mereka. Tapi aku berpikir positif ajalah. Mereka di tempat ini dengan tujuan mencari rezeki halal. Nggak mungkinlah neko-neko nodong kita. Bismillah. Bismillah.

Dan Alhamdulillah kami sampai di ruko dengan selamat. Dan karena aku masih bawaan parno, jendela kamar di ruko nggak berani aku buka. Pokoknya ngerong cantik aja di dalam kamar sampai ayah Ais datang. Hihi.

"Capek ya Is jalan kaki ke ruko?" Tanyaku melihat Ais yang bersimbah keringat.

"Iya Bu." Jawab Ais.

" Nggak apa-apa Is. Sekalian olahraga." Hiburku.

" Yah Ibu. Kalau olahraga tu pagi-pagi. Kalau malam tu santai-sabgai, tiduran sambil nonton TV, gitu!" Kilahnya.

Yah terserahmu lah Is. Kita sekarang tidur-tiduran sambil nonton TV sambil nunggu ayah pulang ya? Dan Alhamdulillah selang sejam ayahnya Ais datang dan bawain oleh-oleh makanan. Yeay. Perjuangan kami jalan kaki malam ini berbuah manis. Hihihi

3 komentar:

  1. Ais lucu dan pinter banget deh. Tapi wajar ya mba Diba, masih kebawa suasana di Jogja, kayanya mba Diba kental logat jawa juga nih. Mantap jadi menguasai banyak bahasa ya.

    Semoga allah senantiasa melindungi mba Diba dan keluarga ya. Aamiin

    BalasHapus
  2. baca cerita ini bikin ingat dan pengen keteu sama keponakan aku yang lucu deh...
    namanya syifa ainun nazwa, anaknya lucu riang dan pintar. aku kalau lagi dirumah saking kangen eratnya harus ketemu sama dia

    BalasHapus
  3. Saat yang mesra. Senangnya ada teman ngobrol :)

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung di lapak sederhana EDibaFREE. Komentar Anda akan sangat berarti buat kami...